You and Me Never Walk Alone

Monday, June 10, 2013

Kenangan Taufiq Kiemas

Mengenakan kemeja tenun warna merah lengan panjang dengan kancing atas dibuka tiga, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Taufiq Kiemas berseri-seri wajahnya. Di bawah pohon sukun yang teduh dan dari pokok batangnya bercabang lima, Taufiq bercengkerama dengan rekan-rekannya.

Tidak hanya bercengkerama di samping patung Bung Karno muda yang merenung saat dalam pengasingan (1934-1938), yang baru saja diresmikan bersama Wakil Presiden Boediono, Taufiq juga bersedia difoto. Tidak hanya bersama dan oleh sesama anggota MPR, sejumlah warga yang berbaur juga dilayani berfoto bersama. Karena lelah, kursi warna merah dipakainya duduk. Kipas tangan dikibas-kibaskan, sementara warga bergantian minta foto bersama.

Karena asyik bercengkerama di samping Bung Karno di bawah pohon sukun yang mulai berbuah di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, Taufiq tidak melanjutkan kunjungan peresmian Situs Rumah Pengasingan Bung Karno di Kampung Ambugaga, Ende.

Taufiq dan rombongan anggota MPR berada di Ende untuk peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2013. Peringatan istimewa karena pertama kali dilakukan di luar Jakarta. Ende dipilih karena menjadi cikal bakal lahirnya butir-butir Pancasila yang dipidatokan Bung Karno di depan Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), 1 Juni 1945.

Bung Karno (33) diasingkan sebagai tahanan politik di Ende berdasarkan surat keputusan pemerintah kolonial Hindia Belanda, 28 Desember 1933. Dikawal serdadu Belanda, Bung Karno bersama keluarga bertolak dari Surabaya menumpang kapal barang KM Van Riebeeck menuju Flores. Setelah berlayar delapan hari, Bung Karno tiba di Ende, 14 Januari 1934. Beserta istrinya, Inggit Ganarsih; mertuanya, Amsih; dan kedua anak angkatnya, Ratna Juami dan Kartika; Bung Karno berada di Ende selama empat tahun, hingga 18 Oktober 1938.

Karena itu, kenangan akan Bung Karno dihadirkan dalam peringatan yang dilakukan di Lapangan Pancasila, Ende. Sekitar 1.000 murid SMA Negeri 1 Ende, berpakaian adat daerah masing-masing, menyanyikan lagu kegemaran Bung Karno berjudul ”Io Vivat” yang notasinya disalin Eman Weroh SVD. Sebelumnya, mereka menyanyikan lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” dengan khidmat, megah, dan lantang. Di tengah pidatonya tentang Pancasila, Taufiq memuji cara para murid menyanyikan ”Indonesia Raya”.

Fraksi empat pilar
Meskipun teks untuknya sudah disiapkan dan sudah dikoreksi dengan tulisan tangan, Taufiq bisa dengan rileks keluar dari teks pidatonya. Misalnya, saat Taufiq memperkenalkan anggota MPR yang menyertainya kepada ribuan orang yang hadir pada peringatan Hari Lahir Pancasila. Tidak adanya sekat politik dalam bentuk fraksi di MPR dibanggakan Taufiq di depan Boediono yang kemudian tersenyum. 

”Kami cuma punya satu fraksi, ’fraksi empat pilar’ namanya,” ujarnya, disambut tepuk tangan meriah.
Fraksi empat pilar yang dimaksud adalah fraksi yang memperjuangkan empat pilar kenegaraan, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Karena kegigihannya memperjuangkan keempat pilar ini, Taufiq dianugerahi gelar doktor honoris causa dari Universitas Trisakti, Jakarta, 10 Maret 2013. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah besar tokoh nasional hadir dalam penganugerahan gelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, itu.

Selesai berpidato di Ende, Taufiq berjalan beriringan bersama Boediono ke Taman Rendo, tempat patung Bung Karno duduk merenung akan diresmikan. Boediono menekan tombol peresmian. Saat tombol ditekan, Taufiq yang tersenyum mengawali tepuk tangan ribuan hadirin yang datang.
Kini, tepuk tangan, senyum, dan wajah berseri-seri itu mengajak kita untuk kembali ke dasar kita bernegara: Pancasila.
sumber: kompas.com

0 komentar:

Post a Comment