Dietrich Boenhoeffer berkata, “Sesungguhnya orang di sekitar kita banyak mencari telinga kita tapi sayangnya kita justru memberikan mulut kita…”
Setiap manusia perlu curhat. Cerita. Menuangkan unek-unek yang menumpuk. Tapi sayangnya saat kita butuh telinga sahabat/ kerabat, mereka memberi mulut menasehati kita.
Di satu sisi curhat itu sehat dan memulihkan. Apalagi saat emosi dan pikiran kita penuh sesak. Tapi di sisi lain jika kita salah memilih teman untuk curhat bisa juga mengecewakan.
Pelbagai kejadian negatif menekan dan datang silih berganti. Jika ada pikiran negatif atas pengalaman atau
peristiwa buruk kita biarkan dapat menumpuk perasaan negatif. Sebut saja kegagalan, dikhianati, menghadapi masalah ekonomi dsb. Jika emosi negatif seperti sedih, kecewa dan marah tadi dibiarkan akan memengaruhi perilaku kita.
Saat sesak hati seperti itu kita butuh telinga seseorang untuk mendengarkan kita. Ya, hanya untuk mendengarkan kita. Seseorang yang memberikan kuping dan hatinya menjadi tempat “kerangang sampah” emosi kita tadi. Mendengar kita dengan empati, apalagi mendengarkan secara aktif, sangat melegakan. Meskipun tanpa solusi.
Sayangnya, tidak banyak orang di sekitar kita siap mendengarkan atau mampu menjadi pendengar yang baik. Tak jarang pula teman curhat kita mengecewakan karena tidak bisa menyimpan rahasia dan membocorkannya. Itulah sebabnya sebagian klien kami trauma. Takut cerita, dan memilih menyimpan masalahnya.
Selain minimnya orang yang trampil mendengarkan atau konselor profesional di sekitar kita, “kesehatan” curhat tergantung juga pada kepribadian orang (klien) tersebut.
Beberapa diantaranya ialah:
1. Kesadaran Diri. Self awareness ini dibutuhkan saat curhat. Ada Keterbukaan diri untuk berbagi. Orang yang kesadaran dirinya baik lebih mampu memetakan emosi dengan tepat. Apakah emosinya lagi marah, sedih, kecewa atau emosi yang lain. Makin baik kesadaran diri, makin berani dan jernih saat berbagi emosi
2. Memiliki Sahabat. Kemalangan klien kami bukan karena masalahnya banyak, tapi karena teman baik atau sahabatnya sedikit. Jika kita cerita pada teman baik yang bisa kita percaya, kita merasa nyaman cerita masalah kita sesungguhnya. Sebagian emosi negatif akan keluar saat curhat, dan itu melegakan
3. Minder dan Paranoid. Beberapa pribadi punya hambatan seperti klien yang minder dan pemalu. Sulit berbagi. Ada juga klien yang cenderung paranoid dan sulit percaya pada siapapun. Bisa jadi ini hasil pembentukan masa kecil.
4. Status Sosial-Ekonomi. Tak jarang kepribadian yang dibentuk oleh sosial budaya. Misalnya, klien yang berasal dari suku tertentu sejak anak-anak dilarang menceritakan masalah keluarga. Masalah keluarga dianggap malu atau aib. Beberapa klien kami enggan datang ke konselor karena mempunyai status sosial-ekonomi terhormat. Kuatir masalahnya tersebar dan mempengaruhi kredibilitas pribadi atau keluarga besarnya. Curhat memang berisiko, tapi terus menerus menyimpan masalah pribadi anda itu jauh lebih berisiko
Beberapa hal inilah yang menyebabkan beberapa klien lebih memilih menyimpan masalahnya daripada membagikan. Karena disimpan maka emosi negatif menumpuk. Seseorang yang biasa menyimpan luka, akan sensitif dengan luka-luka baru.
Curhat atau berbagi pengalaman emosi negatif baik dan menyehatkan. Hanya saja kita perlu punya kesadaran diri yang baik, sahabat atau konselor yang bisa kita percaya, dan memilih waktu yang tepat.
Nasehat kuno yang populer berkata, “Jangan simpan amarahmu, selesaikan sebelum matahari terbenam.” Ini mengingatkan, alangkah baiknya secara harian kita berbagi emosi negatif. Jika sampai tidak punya teman berbagi, anda bisa menuliskannya, membuat diary pribadi. Baik juga “curhat” dengan Tuhan dalam doa-doa pribadi.
Semoga bermanfaat…
Dari buku “Seni Pemulihan Diri” ( Julianto S. )
sumber: health.kompas.com
0 komentar:
Post a Comment